Kirim

PARA MANTAN KETUA PUNGUAN RAJA TOGA SITOMPUL DAN BORU PEKANBARU

Rabu, 16 Oktober 2013

Mengenang Masa Kecil di Soposaba

Profile Drs Pantas Sitompul (2)

Drs. Pantas Sitompul
Saya, dilahirkan di Soposaba Desa Pagaran Pisang Kecamatan Adiankoting Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara 51 tahun silam. Di usia tujuh tahun, bersama teman sebaya memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Adiankoting. Kini, gedung sekolah itu sudah tidak ada lagi. Jaraknya dari tempat kelahiranku kurang lebih empat kilometer. Setiap pagi harus dilalului berjalan kaki bersama teman-teman.

Ibu saya - kini terbaring sakit di usianya yang ke-80 - se­tiap pagi sekitar pukul 05.00 Wib membangunkanku. Yang pertama kukerjakan adalah me­nyalakan api di dapur dengan kayu bakar untuk memasak air panas. Setelah itu pergi mandi ke pancuran sambil membawa pulang air bersih dalam 'poting'. Sesampainya di rumah, ibu saya sudah menyiapkan sarapan pagi ubi kayu (gadong) dan nasi sedikit. Disampingnya sudah tersedia ikan 'gulamo" dan cabe. Ter­kadang hanya dengan garam kasar. Setelah perut berisi, langsung bergegas ke sekolah. Sepatu karet saya sandang dan buku tulis dipegang di tangan. De­ngan ceria dan gembira melangkah dari rumah menuju sekolah sekitar pukul 06.00 Wib.

Bersama rekan-rekan lainnya berjalan kaki menyusuri jalan setapak melewati persawahan, termasuk melewati gunung dan turun gunung. Sesampainya di Pagaran Pisang, persis dibawah sebuah pohon rindang bernama Pohon Hariara, saya bersama teman memakai sepatu. Tentu­nya, terlebih dahulu mencuci kaki di sungai kecil yang mengalir di bawah Hariara besar. Tempat itu seram, tapi kami waktu itu tidak ada rasa takut. Namanya anak-anak.

Hal seperti ini saya alami selama enam tahun dari kelas satu hingga kelas enam. Semangat menuntut ilmu saat itu tidak ada surutnya. Jarak tempuh delapan kilometer pulang pergi setiap hari hampir tidak pernah terasa capek. Tamat dari sekolah dasar, saya pun melanjut ke SMP Negeri Adiankoting. Jaraknya bertambah satu kilometer lagi. Tiga tahun lagi hal yang sama saya lalui dengan berjalan kaki. Selama di SD dan SMP, saya termasuk anak yang tergolong pintar dan selalu dalam urutan lima besar.

Ayah saya adalah seorang guru. Namanya Gr Z Sitompul. Di usia saya yang setengah abad ini, masih bisa saya ingat pekerjaan yang dilakukan orang tua saya. Setiap pagi sekitar pukul 05.00 Wib, ayah saya sudah pergi menderes getah (mansodok hapea). Sekitar pukul 06.30 wib sudah kembali ke rumah setelah itu pergi mengajar ke sekolah di Saur Matinggi. Jaraknya kurang lebih enam kilometer. Dilalui berjalan kaki melewati Pagaran Lambung, Sidari dan Sitapaean. Sekembalinya dari sekolah, ayah saya langsung memungut getah yang dideres tadi pagi. Kemudian dibawa ke gilingan getah. Lantas, pergi ke sawah menemui ibu saya dan disanalah dia makan siang berupa ubi kayu (gadong) ditambah sedikit nasi.

Saya bersama kakak sekem­bali­nya dari sekolah langsung ke sawah. Hanya ganti baju sebentar dan meletakkan buku di rumah, langsung berlari ke sawah. Lokasi persawahan kami ini sudah berdekatan dengan Pagaran Lambung. Setibanya di sawah, langsung disuguhkan oleh ibu makanan siang berupa gadong dan sedikit nasi ditambah sayur dan 'ulu ni gulamo'. Saya dan kakak saya serta adek-adek sering bertengkar ha­nya memperebutkan ulu ni golamo tersebut.

Kehidupan keluarga kami saat itu memang sangat mengerikan. Sebenarnya yang mengalami hal se­perti itu tidak hanya keluarga kami. Hampir seluruh warga Soposaba mengalami hal yang sama yaitu 'haleon'. Sejak kecil hingga usia SMP, daerah kami dilanda sebuah musibah yang disebut Haleon. Gaji orang tua saya sebagai guru tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Karena itu, ayah saya harus ekstra kerja keras dengan menderes dan menaman padi di sawah.

Saya adalah anak keempat dari enam bersaudara. Abang saya anak pertama Rencetua bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi dan tamat dari IKIP Me­dan dan menyandang gelar sarjana. Kini tinggal di Padang Sidimpuan sebagai guru (PNS) dan wartawan. Abang saya nomor dua Parlindungan juga tamat dari IKIP Medan dan sekarang tinggal di Jakarta guru PNS. Ito saya yang diatas saya Artalena hanya mengecap pendidikan di SPG Tarutung dan sekarang ada di Pekanbaru kawin dengan marga Sihombing.

Sementara saya sendiri, setelah tamat dari SMP Negeri Adiankoting melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 7 Medan dan melanjut ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Menyandang gelar Doktorandus. Adik saya dibawah saya Pantun hanya lulus STM. Dia pun pasrah tidak melanjut ke perguruan tinggi. Adik saya paling bungsu Natan sudah tinggal enak­nya. Setelah tamat dari SMP Negeri Adiankoting dia datang ke Jakarta menemui abang-abangnya dan masuk SMA di Jakarta. Dia pun melanjutkan kuliah di Jakarta dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi. 

Walau saya sudah tinggal di rantau orang, sesekali saya pulang ke kampung halaman Soposaba. Ayah ibu saya, memang, sudah tinggal di Tarutung sejak tahun 1988, namun keluarga dekat masih banyak di Soposaba. Kerinduan pulang ke kampung halaman 'tano hatubuan' tidak bisa dikekang dan selalu ada rasa rindu.

Pulang Kampung Jadi Caleg
Seluruh keluarga telah memutuskan untuk mengutus saya pulang kampung dan i­ngin mengabdi di bona pasogit. Karena itu, bersama ini saya datang kehadapan bapak dan ibu sekalian warga Taput khususnya warga kecamatan Adiankoting memohon dukungan dan doa restu. *)

Tanggapan mereka :

H. Parulian Sitompul, SH :
Dia Salah Satu Putra Daerah Terbaik

Mauliate ma di Tuhan, ala adong do anak rantau sian Kecamatan Adiankoting na olo gabe caleg di Tapanuli Utara, ima bung Pantas Sitompul. Di Pekanbaru Provinsi Riau, dia sudah punya nama.

Dia dikenal sebagai wartawan senior. Tidak hanya sekedar wartawan, tapi dia punya koran sendiri. Namanya Surat Kabar Umum InfoKPK dan Tabloid Horas. Jabatanna Pemimpin Redaksi.

Dia juga aktivis LSM dan organisasi lainnya. Yang saya tahu, dia mendirikan sebuah LSM lokal namanya LSM Paripurna. Di LSM bertaraf nasional dia menjabat sebagai Sekretaris LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia) Provinsi Riau. Di Jakarta Ketua Presidiumnya Jenderal Pol (P) Da’i Bachtiar.

Di dunia politik dia juga aktif. Terakhir dia menjabat sebagai Ketua PPRN Pekanbaru. Di Pekanbaru, namanya cukup dikenal dengan sebutan Drs PH Si­tompul. 

Khusus di bidang pers, dia termasuk guru. Artinya, dia tidak pelit membagi ilmu kepada yang lebih muda. Tercatat puluhan muridnya kini menjadi wartawan yang handal. Memang, dia termasuk salah satu wartawan yang memiliki sifat idealis. Ide-ide cemerlang yang dia miliki sering dibagi kepada rekan-rekannya.

Setelah saya dengar dia pulang kampung mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Tapanuli Utara dari Dapil Kecamatan Tarutung, Siatas Barita dan Adiankoting saya pun memberi aplus.

Saya adalah putra bona pasogit kelahiran Tarutung yang kini tinggal di Pekanbaru. Saya yakin, dia pasti bisa memberikan buah pikirannya kepada pemeritah untuk membangun Kabupaten Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Adiankoting melalui lembaga legislatif DPRD Taput.

Ala partarutung do au, huboto do songon dia sejarah di Kecamatan Adiankoting. Godang do pangaranto sian hutaon, jala berhasil di huta sileban. Alai ndang adong na olo mulak tu hutana gabe caleg. Jala warga kecamatan Adiankoting na tinggal di luat on ndang adong na olo gabe caleg. Mungkin adong do na mampu dari sisi pendidikan dohot keuangan, alai ndang na olo. Boa baenon.

Angkup ni i, tu hamu sude penduduk ni kecamatan Adiankoting asa tatangiangkon si Pantas on asa tulus nasininta ni roha. *)

Junarti Sitompul
Sosialisasi : Unang Sala Pillit

Pemilu 2014 Menggunakan Sistim Suara Terbanyak, bukan Nomor Urut. Sama seperti Pemilu tahun 2009, pada Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014 mendatang menggunakan sistim proporsio­nal terbuka yaitu sistim suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut. Hal ini perlu disosia­lisasikan kepada masyarakat agar tidak salah pilih.

Antar songon on ma carana lao manontuhon ise do na gabe hundul di lembaga legislative DPRD. Isarana, di sada Daerah Pemilihan (Dapil) adong 8 halak Caleg jala goar-goarna diurutton mai  mulai nomor 1,2,3,4,5,6,7,8.
Sungkun-sungkun, molo dapot do di Dapil on 1 kursi (misalnya Partai PKPI),ise do na berhak hundul di DPRD Taput? Alusna, ima namandopot suara terbanyak. Misalnya, molo nomor urut 4 do na mendapat suara terbanyak sian Caleg napitu nai, ba ima nahundul.

Contohna, nomor urut 1 mandapot 300 suara, urut 2 mendapat 400 suara, urut 3 mendapat 900 suara, urut 4 mandapat 2000 suara, urut 5 mandapat 600 suara, urut 6 mendapat 500 suara, urut 7 mandapat 500 suara dan urut 8 mendapat 800 suara. Sementara, suara ni partai (namencoblos tanda gambar partai PKPI) mendapat 300 suara. Pungu sude suara nadapot :  6.300 suara. Suara terbanyak diperoleh nomor urut 4. Berarti pemenangnya adalah nomor urut 4. *)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar