Profile Drs Pantas Sitompul (2)
Drs. Pantas Sitompul |
Saya, dilahirkan di Soposaba Desa Pagaran
Pisang Kecamatan Adiankoting Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara
51 tahun silam. Di usia tujuh tahun, bersama teman sebaya memulai pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri 1 Adiankoting. Kini, gedung sekolah itu sudah tidak ada
lagi. Jaraknya dari tempat kelahiranku kurang lebih empat kilometer. Setiap
pagi harus dilalului berjalan kaki bersama teman-teman.
Ibu saya - kini terbaring sakit di usianya yang ke-80 - setiap
pagi sekitar pukul 05.00 Wib membangunkanku. Yang pertama kukerjakan adalah menyalakan
api di dapur dengan kayu bakar untuk memasak air panas. Setelah itu pergi mandi
ke pancuran sambil membawa pulang air bersih dalam 'poting'. Sesampainya di
rumah, ibu saya sudah menyiapkan sarapan pagi ubi kayu (gadong) dan nasi
sedikit. Disampingnya sudah tersedia ikan 'gulamo" dan cabe. Terkadang
hanya dengan garam kasar. Setelah perut berisi, langsung bergegas ke sekolah.
Sepatu karet saya sandang dan buku tulis dipegang di tangan. Dengan ceria dan
gembira melangkah dari rumah menuju sekolah sekitar pukul 06.00 Wib.
Bersama rekan-rekan lainnya berjalan kaki menyusuri jalan
setapak melewati persawahan, termasuk melewati gunung dan turun gunung.
Sesampainya di Pagaran Pisang, persis dibawah sebuah pohon rindang bernama
Pohon Hariara, saya bersama teman memakai sepatu. Tentunya, terlebih dahulu
mencuci kaki di sungai kecil yang mengalir di bawah Hariara besar. Tempat itu
seram, tapi kami waktu itu tidak ada rasa takut. Namanya anak-anak.
Hal seperti ini saya alami selama enam tahun dari kelas satu
hingga kelas enam. Semangat menuntut ilmu saat itu tidak ada surutnya. Jarak
tempuh delapan kilometer pulang pergi setiap hari hampir tidak pernah terasa
capek. Tamat dari sekolah dasar, saya pun melanjut ke SMP Negeri Adiankoting.
Jaraknya bertambah satu kilometer lagi. Tiga tahun lagi hal yang sama saya
lalui dengan berjalan kaki. Selama di SD dan SMP, saya termasuk anak yang
tergolong pintar dan selalu dalam urutan lima besar.
Ayah saya adalah seorang guru. Namanya Gr Z Sitompul. Di usia
saya yang setengah abad ini, masih bisa saya ingat pekerjaan yang dilakukan
orang tua saya. Setiap pagi sekitar pukul 05.00 Wib, ayah saya sudah pergi
menderes getah (mansodok hapea). Sekitar pukul 06.30 wib sudah kembali ke rumah
setelah itu pergi mengajar ke sekolah di Saur Matinggi. Jaraknya kurang lebih
enam kilometer. Dilalui berjalan kaki melewati Pagaran Lambung, Sidari dan
Sitapaean. Sekembalinya dari sekolah, ayah saya langsung memungut getah yang
dideres tadi pagi. Kemudian dibawa ke gilingan getah. Lantas, pergi ke sawah
menemui ibu saya dan disanalah dia makan siang berupa ubi kayu (gadong)
ditambah sedikit nasi.
Saya bersama kakak sekembalinya dari sekolah langsung ke
sawah. Hanya ganti baju sebentar dan meletakkan buku di rumah, langsung berlari
ke sawah. Lokasi persawahan kami ini sudah berdekatan dengan Pagaran Lambung.
Setibanya di sawah, langsung disuguhkan oleh ibu makanan siang berupa gadong
dan sedikit nasi ditambah sayur dan 'ulu ni gulamo'. Saya dan kakak saya serta
adek-adek sering bertengkar hanya memperebutkan ulu ni golamo tersebut.
Kehidupan keluarga kami saat itu memang sangat mengerikan. Sebenarnya
yang mengalami hal seperti itu tidak hanya keluarga kami. Hampir seluruh warga
Soposaba mengalami hal yang sama yaitu 'haleon'. Sejak kecil hingga usia SMP,
daerah kami dilanda sebuah musibah yang disebut Haleon. Gaji orang tua saya
sebagai guru tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan sekolah
anak-anaknya. Karena itu, ayah saya harus ekstra kerja keras dengan menderes
dan menaman padi di sawah.
Saya adalah anak keempat dari enam bersaudara. Abang saya
anak pertama Rencetua bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi dan tamat dari
IKIP Medan dan menyandang gelar sarjana. Kini tinggal di Padang Sidimpuan
sebagai guru (PNS) dan wartawan. Abang saya nomor dua Parlindungan juga tamat
dari IKIP Medan dan sekarang tinggal di Jakarta guru PNS. Ito saya yang diatas
saya Artalena hanya mengecap pendidikan di SPG Tarutung dan sekarang ada di
Pekanbaru kawin dengan marga Sihombing.
Sementara saya sendiri, setelah tamat dari SMP Negeri
Adiankoting melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 7 Medan dan melanjut ke
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Menyandang
gelar Doktorandus. Adik saya dibawah saya Pantun hanya lulus STM. Dia pun
pasrah tidak melanjut ke perguruan tinggi. Adik saya paling bungsu Natan sudah
tinggal enaknya. Setelah tamat dari SMP Negeri Adiankoting dia datang ke
Jakarta menemui abang-abangnya dan masuk SMA di Jakarta. Dia pun melanjutkan
kuliah di Jakarta dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi.
Walau saya sudah tinggal di rantau orang, sesekali saya
pulang ke kampung halaman Soposaba. Ayah ibu saya, memang, sudah tinggal di
Tarutung sejak tahun 1988, namun keluarga dekat masih banyak di Soposaba.
Kerinduan pulang ke kampung halaman 'tano hatubuan' tidak bisa dikekang dan
selalu ada rasa rindu.
Pulang Kampung Jadi Caleg
Seluruh keluarga telah memutuskan untuk mengutus saya pulang
kampung dan ingin mengabdi di bona pasogit. Karena itu, bersama ini saya datang kehadapan bapak dan ibu sekalian
warga Taput khususnya warga kecamatan Adiankoting memohon dukungan dan doa
restu. *)
Tanggapan
mereka :
H. Parulian Sitompul,
SH :
Dia Salah Satu Putra Daerah Terbaik
Mauliate ma di Tuhan, ala adong do anak rantau sian Kecamatan
Adiankoting na olo gabe caleg di Tapanuli Utara, ima bung Pantas Sitompul. Di
Pekanbaru Provinsi Riau, dia sudah punya nama.
Dia dikenal sebagai wartawan senior. Tidak hanya sekedar
wartawan, tapi dia punya koran sendiri. Namanya Surat Kabar Umum InfoKPK dan
Tabloid Horas. Jabatanna Pemimpin Redaksi.
Dia juga aktivis LSM dan organisasi lainnya. Yang saya tahu,
dia mendirikan sebuah LSM lokal namanya LSM Paripurna. Di LSM bertaraf nasional
dia menjabat sebagai Sekretaris LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia)
Provinsi Riau. Di Jakarta Ketua Presidiumnya Jenderal Pol (P) Da’i Bachtiar.
Di dunia politik dia juga aktif. Terakhir dia menjabat
sebagai Ketua PPRN Pekanbaru. Di Pekanbaru, namanya cukup dikenal dengan
sebutan Drs PH Sitompul.
Khusus di bidang pers, dia termasuk guru. Artinya, dia tidak
pelit membagi ilmu kepada yang lebih muda. Tercatat puluhan muridnya kini
menjadi wartawan yang handal. Memang, dia termasuk salah satu wartawan yang
memiliki sifat idealis. Ide-ide cemerlang yang dia miliki sering dibagi kepada
rekan-rekannya.
Setelah saya dengar dia pulang kampung mencalonkan diri
menjadi anggota DPRD Tapanuli Utara dari Dapil Kecamatan Tarutung, Siatas
Barita dan Adiankoting saya pun memberi aplus.
Saya adalah putra bona pasogit kelahiran Tarutung yang kini
tinggal di Pekanbaru. Saya yakin, dia pasti bisa memberikan buah pikirannya
kepada pemeritah untuk membangun Kabupaten Tapanuli Utara khususnya Kecamatan
Adiankoting melalui lembaga legislatif DPRD Taput.
Ala partarutung do au, huboto do songon dia sejarah di
Kecamatan Adiankoting. Godang do pangaranto sian hutaon, jala berhasil di huta
sileban. Alai ndang adong na olo mulak tu hutana gabe caleg. Jala warga
kecamatan Adiankoting na tinggal di luat on ndang adong na olo gabe caleg. Mungkin
adong do na mampu dari sisi pendidikan dohot keuangan, alai ndang na olo. Boa
baenon.
Angkup ni i, tu hamu sude penduduk ni kecamatan Adiankoting
asa tatangiangkon si Pantas on asa tulus nasininta ni roha. *)
Junarti Sitompul
Sosialisasi : Unang Sala Pillit
Pemilu 2014 Menggunakan Sistim Suara Terbanyak, bukan Nomor
Urut. Sama seperti Pemilu tahun 2009, pada Pemilu Legislatif
tanggal 9 April 2014 mendatang menggunakan sistim proporsional terbuka yaitu
sistim suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut. Hal ini perlu disosialisasikan
kepada masyarakat agar tidak salah pilih.
Antar songon on ma carana lao manontuhon ise do na gabe
hundul di lembaga legislative DPRD. Isarana, di sada Daerah Pemilihan (Dapil)
adong 8 halak Caleg jala goar-goarna diurutton mai mulai nomor 1,2,3,4,5,6,7,8.
Sungkun-sungkun, molo dapot do di Dapil on 1 kursi (misalnya
Partai PKPI),ise do na berhak hundul di DPRD Taput? Alusna, ima namandopot
suara terbanyak. Misalnya, molo nomor urut 4 do na mendapat suara terbanyak sian
Caleg napitu nai, ba ima nahundul.
Contohna, nomor urut 1 mandapot 300 suara, urut 2 mendapat
400 suara, urut 3 mendapat 900 suara, urut 4 mandapat 2000 suara,
urut 5 mandapat 600 suara, urut 6 mendapat 500 suara, urut 7 mandapat 500 suara
dan urut 8 mendapat 800 suara. Sementara, suara ni partai (namencoblos tanda
gambar partai PKPI) mendapat 300 suara. Pungu sude suara nadapot : 6.300 suara. Suara terbanyak diperoleh nomor
urut 4. Berarti pemenangnya adalah nomor urut 4. *)